Identitas Buku
Judul: Pedagang Peci Kecurian
Cerita dan Gambar: Suyadi
Editor: Nurdiansyah
Cetakan, Tahun: 1, Februari 2017
Penerbit: Noura, Jakarta Selatan
Cover: Hardcover
ISBN: 978-602-385-199-7
Harga Beli: Rp36.000,00,-
Bonus: Tidak ada
Seorang pedagang berjalan menuju kota untuk menjajakan peci dagangannya. Karena jarak yang ditempuh masih jauh, beristirahatlah ia di bawah pohon yang rindang. Tak lama kemudian, si pedagang peci ketiduran. Tidurnya nyenyak sekali.
Saking nyenyak tidurnya, si pedagang peci tak menyadari ada kawanan kera menghampirinya. Kera-kera yang usil itu mendekati bakul berisi peci dagangan lalu mencuri peci. Pedagang peci terbangun dan mendapati peci-pecinya telah pindah ke kepala kera.
Pedagang peci berupaya meminta peci-pecinya kembali. Bukannya mengembalikan peci, kera-kera itu malah menggodanya. Pedagang peci memutar otak bagaimana cara merebut peci-peci itu dari kawanan kera. Hingga kemudian si pedagang peci punya akal untuk menjebak kera-kera jail itu.
Pustaka Siwi membeli buku Pedagang Peci Kecurian kondisinya baru. Ketika paket bukunya datang, ternyata dapat edisi vintage. Pantesan harganya kok murah. Sempat berpikir penjualnya salah input harga. Lebih mahal buku Suyadi yang berjudul Seribu Kucing untuk Kakek.
Pedagang Peci Kecurian adalah keseharian kita: ada manusia, ada manusia yang profesinya sebagai penjual, ada profesi, ada aktivitas berjualan, ada hewan, ada kehidupan hewan, ada aktivitas yang dilakukan oleh hewan. Nah, gambaran yang general tadi mengerucut pada relasi antara manusia (pedagang peci) dan hewan (kera). Konfliknya nggak jauh dari relasi antar keduanya.
Kelebihan cerita sudah terlihat dari jumlah aktor yang terlibat. Suyadi tidak memasukkan banyak aktor. Figuran pun tak tampak. Hanya mereka yang punya peran yang ikut menjalankan cerita. Eh, tapi, kok, Pustaka Siwi kepikiran, jangan-jangan kera-kera ini metafora manusia yang berkarakter jahil, peniru, suka kepo, jenaka, kurang panjang akal, ya?
Penulisnya tidak memberi nama diri untuk si pedagang peci sejak awal hingga selesai cerita. Namanya hanya berubah jika penulis menggunakan kata ganti orang sebagai variasi di dalam teks. Kawanan kera-nya pun tidak disebut nama apalagi jumlah pastinya.
Kelebihan cerita sudah terlihat dari jumlah aktor yang terlibat. Suyadi tidak memasukkan banyak aktor. Figuran pun tak tampak. Hanya mereka yang punya peran yang ikut menjalankan cerita. Eh, tapi, kok, Pustaka Siwi kepikiran, jangan-jangan kera-kera ini metafora manusia yang berkarakter jahil, peniru, suka kepo, jenaka, kurang panjang akal, ya?
Penulisnya tidak memberi nama diri untuk si pedagang peci sejak awal hingga selesai cerita. Namanya hanya berubah jika penulis menggunakan kata ganti orang sebagai variasi di dalam teks. Kawanan kera-nya pun tidak disebut nama apalagi jumlah pastinya.
Cerita ditulis sekaligus diilustrasi oleh seorang bernama Suyadi. Nama Suyadi dicetak pada halaman cover, preliminari (halaman KDT (Katalog dalam Terbitan)), dan halaman judul. Siapakah Suyadi? Nama Suyadi barangkali asing bagi sebagian orang. Namun, apa jadinya jika nama Suyadi disandingkan dengan foto berikut, apakah pembaca kenal?
Yap, betul! Pak Raden! Nama Pak Raden lebih tenar ketimbang nama Suyadi, nama aslinya. Menilik profilnya di halaman akhir buku dan blurb, Pustaka Siwi tak menyangka Pak Raden seorang yang multitalenta. Dan Pedagang Peci Kecurian bukti betapa multitalentanya beliau. Pustaka Siwi berinisiatif, suatu saat, akan menulis artikel tentang buku cerita anak yang teks dan ilustrasinya digarap oleh kreator yang sama.
Pustaka Siwi menilai Pedagang Peci Kecurian merupakan cerita yang dikerjakan secara terencana. Eksekusinya terbilang rapi. Idenya sederhana tapi crafting teksnya apik. Cerita Pedagang Peci Kecurian mampu membangkitkan emosi pembaca. Pustaka Siwi bisa kesal dengan tingkah kawanan kera lalu tergelak ketika adegan kawanan kera ngerjain pedagang peci juga mikir bagaimana cara peci itu kembali?
Suyadi tampaknya memperhatikan aspek estetik pada tata kata teks cerita. Susunan kata-nya sesekali dibalik seperti,
Pustaka Siwi menilai Pedagang Peci Kecurian merupakan cerita yang dikerjakan secara terencana. Eksekusinya terbilang rapi. Idenya sederhana tapi crafting teksnya apik. Cerita Pedagang Peci Kecurian mampu membangkitkan emosi pembaca. Pustaka Siwi bisa kesal dengan tingkah kawanan kera lalu tergelak ketika adegan kawanan kera ngerjain pedagang peci juga mikir bagaimana cara peci itu kembali?
Suyadi tampaknya memperhatikan aspek estetik pada tata kata teks cerita. Susunan kata-nya sesekali dibalik seperti,
1. Hari sungguh panas. (Halaman 4)
2. Di bawah terik matahari, berjalan seorang pedagang peci membawa dagangan. (Halaman 4)
3. Tak lama kemudian, tertidurlah ia. (Halaman 9)
4. Gusar hati si pedagang peci, [...] (Halaman 20)
Teknik menulis susun balik ini, menurut Pustaka Siwi, menghasilkan tulisan yang tidak membosankan sekaligus memiliki rasa sastrawi.
Lebih lanjut, Suyadi juga mampu mengoptimalkan pemakaian kata-kata. Cukup satu kata, sudah bisa menerangkan keadaan, seperti berikut.
1. [...], penuh dengan pohon-pohon yang rimbun daunnya. (Halaman 6)
Cukup dengan satu kata: rimbun
2. Di bawah terik matahari, [...] (Halaman 4)
Cukup pakai kata terik
Ending-nya tidak mudah ditebak. Sebagai pembaca yang penasaran, Pustaka Siwi terus membuka halaman demi halaman biar tahu ending-nya; demi menuntaskan rasa ingin tahu: bagaimana caranya supaya peci-peci dagangan si penjual dikembalikan sama si kera? Tapi tak sekalipun Pustaka Siwi terdorong untuk "lompat halaman", karena ceritanya menarik bahkan di bagian tengah.
Lalu, bagaimana dengan pesan moralnya? Pedagang Peci Kecurian tidak menampilkan pesan moral secara vulgar. Suyadi memilih untuk mengajak pembaca berpikir cerdas sehingga mampu mencerna seluruh teks demi menemukan pesan moral:
Lalu, bagaimana dengan pesan moralnya? Pedagang Peci Kecurian tidak menampilkan pesan moral secara vulgar. Suyadi memilih untuk mengajak pembaca berpikir cerdas sehingga mampu mencerna seluruh teks demi menemukan pesan moral:
Ilustrasi hitam putih terasa bertentangan dengan ilustrasi cerita anak yang biasanya berwarna, ceria, meriah. Pustaka Siwi yakini, Suyadi punya alasan kuat di balik ilustrasi hitam-putih. Ilustrasi hitam-putihnya tak hanya cakap secara visual, tapi mampu mengkomunikasikan cerita (idea-nya penulis) kepada pembacanya. Itulah enaknya kalau dalam satu cerita anak, teks dan ilustrasinya dikerjakan oleh orang yang sama.
Bagi Pustaka Siwi, dengan ilustrasi hitam-putih, rasanya seperti sedang membuka buku jadul koleksi Eyang, seperti yang pernah Pustaka Siwi lakukan bertahun silam. Kertasnya yang kecoklatan seperti membuka lembar kertas stensilan. Tambahkan semprotan aroma buku tua ha-ha-ha.
Oh iya, Pustaka Siwi menemukan aspek sejarah di dalam buku melalui pedagang peci yang jualan pakai bakul. Cara berjualan pakai bakul mengingatkan Pustaka Siwi akan potret pedagang keliling pada zaman kolonial Belanda. Bakul peci pun bisa diperkenalkan sebagai produk pengetahuan kepada pembaca yang tak lagi menjumpai pedagang keliling memikul bakul.
![]() | |
Ilustrasi Buku Pedagang Peci Kecurian Perhatikan Adegan Pedagang Peci Jualan Pakai Alat Bernama Bakul Foto: Dokumentasi Pribadi Pustaka Siwi |
Catatan untuk Pedagang Peci Kecurian: masih ada boros kata. Pustaka Siwi memperkirakan boros kata-nya berkaitan dengan bahasa tulis di waktu teks pertama kali ditulis. Seiring berkembangnya praktik penulisan kreatif, ejaan dan sebagainya, kata-kata tersebut terkesan pemborosan. Tidak masalah jika di-cut dari kalimat teks.
1. Karena ramainya kera-kera itu bermain dengan peci masing-masing, maka si pedagang menjadi terbangun. (Halaman 16)
Koreksi: Karena ramainya kera-kera itu bermain dengan peci masing-masing, maka si pedagang menjadi terbangun.
2. Dengan cepat-cepat disambarnya peci-peci yang jatuh di tanah dan dimasukkannya kembali ke dalam bakulnya. (Halaman 30)
Koreksi: Dengan cepat-cepat disambarnya peci-peci yang jatuh di tanah dan dimasukkannya kembali ke dalam bakulnya.
Pustaka Siwi membayangkan Suyadi alias Pak Raden mendongeng Pedagang Peci Kecurian. Anak-anak akan tertawa terbahak-bahak menirukan tingkah polah si kera atau gerakan si penjual peci waktu ngerjain balik kawanan kera. Pun, anak-anak yang mencoba menjual peci pakai bakul akan memiliki pengalaman berkesan yang tak terlupakan.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar