Judul Buku: Diga Si Naga yang Apa Adanya (Just being Diga)
Teks dan Ilustrasi: Lisa Sheehan
Penerjemah: A. Hardiyanti N.I.
Editor: Agnes Vidita (edisi Indonesia)
Penerbit: Hompimpa (Imprint Bhuana Ilmu Populer (BIP)), Jakarta
ISBN: 978-623-04-1813-6
Cetakan: Pertama
Diga Si Naga merasa sendiri. Hewan-hewan lain menjauh gara-gara takut pada Diga. Suatu ketika, Diga ingin datang ke pesta yang diadakan oleh beruang. Diga berpikir, bolehkah naga datang ke pesta para beruang?
Diga memutuskan tetap datang ke pesta para beruang. Tak seekor beruang pun mengenali keberadaan Diga. Naas, Diga ketahuan! Diga terpaksa meninggalkan pesta.
Diga memutuskan tetap datang ke pesta para beruang. Tak seekor beruang pun mengenali keberadaan Diga. Naas, Diga ketahuan! Diga terpaksa meninggalkan pesta.
Ternyata Diga bukan satu-satunya tamu yang menyelundup ke pesta para beruang. Gara-gara tamu selundupan, para beruang mengadakan rapat dadakan. Apa hasil rapatnya?
Diga Si Naga yang Apa Adanya merupakan buku cerita anak terjemahan. Judul aslinya Just Being Ted. Ted? Diga? "Ted" dan "Diga" menunjuk nama tokoh utamanya. Ted adalah nama Diga pada teks asli yang berbahasa Inggris. Pustaka Siwi tidak tahu alasan dibalik berubahnya nama Ted. Kalau boleh mengira, mungkin biar namanya gampang dibaca dan diucap oleh anak-anak Indonesia.
Menurut Pustaka Siwi, nama Ted tidak perlu diubah. Seperti judulnya, biarkan nama tokohnya apa adanya, karena cerita anak tersebut bukan berasal dari Indonesia. Jadi wajar kalau namanya terdengar asing bagi pembaca di Indonesia. Malah, pembaca cilik bisa belajar mengucapkan kata berakhiran konsonan.
Menurut Pustaka Siwi, nama Ted tidak perlu diubah. Seperti judulnya, biarkan nama tokohnya apa adanya, karena cerita anak tersebut bukan berasal dari Indonesia. Jadi wajar kalau namanya terdengar asing bagi pembaca di Indonesia. Malah, pembaca cilik bisa belajar mengucapkan kata berakhiran konsonan.
Masalah yang melatarbelakangi cerita Diga Si Naga yang Apa Adanya soal Diga yang merasa sendiri. Meskipun Diga pinter bikin keik, menjahit, dan melukis tidak menjadikannya lepas dari kesendirian. Jika dikulik lebih dalam lagi, sebetulnya Diga ingin diterima oleh lingkungannya. Pengalaman Diga adalah pengalaman manusia yang diwakili Diga.
Membaca teks bahasa Inggrisnya, Pustaka Siwi curiga teks bahasa Inggrisnya bawaan dari teks aslinya. Kecurigaan Pustaka Siwi berdasarkan tata bahasa yang terasa "native" dan sesuai untuk teks cerita anak. Muncul pertanyaan, apakah English text-nya sesuai untuk pembaca jenjang B3 di Indonesia? (penjelasan tentang pembaca jenjang B3 ada di halaman KDT (Katalog Dalam Terbitan) dan selengkapnya dapat dipelajari di website Sistem Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI)). Kalau untuk penutur asli bahasa Inggris bisa jadi sesuai dengan usia pembaca tetapi kalau untuk anak-anak yang bukan berbahasa ibu bahasa Inggris, dalam proses membaca teks bahasa Inggrisnya perlu melihat kemampuan anak.
Diga tidak hanya menarik dari segi ilustrasi dan teks bilingual-nya. Ide cerita Diga tak kalah menarik. Ide cerita yang ditawarkan oleh penulis memberi perspektif baru tentang kehidupan sosial. Pengalaman Diga bisa jadi pengalaman salah satu dari kita (manusia). Bukan hanya seseorang, tapi banyak orang. Masih ada yang membatasi pergaulan lantaran ada tembok bernama label. Jika Diga dijauhi karena bentuk badannya yang besar, bentuk fisiknya yang kurang menarik, hal serupa juga dialami di dunia manusia.
Bicara soal ilustrasi. Ilustrasinya mengisi satu halaman full. Meskipun satu halaman full dan colorful (lihat contoh halaman), tapi komposisi warna sekaligus layout-nya enak dipandang mata. Lisa Sheehan, penulis sekaligus ilustratornya, punya talenta di bidang ilustrasi buku cerita anak. Selain Just Being Ted (Diga Si Naga yang Apa Adanya), tangan kreatif lulusan MA di bidang children’s book illustration dari Cambridge School of Art, ARU, dapat dijumpai di dalam buku anak berjudul Lionel and the Lion's Share dan The Find It Book.
Penulis merangkap ilustrator jamak terjadi di dalam dunia penulisan cerita anak. Di Indonesia, ada Pak Raden yang membuat cerita sekaligus ilustrasi. Lalu ada Zunda yang menulis dan mengilustrasikan cerita anak berjudul Ayahku Seorang Nelayan atau Bruce Degen. Karya "dua-tangan" ini menghasilkan sesuatu yang unik. Pada satu sisi, penulis bisa menghidupkan cerita lewat ilustrasi buatannya sendiri dan di sisi ilustrasi, menghasilkan ilustrasi yang lebih memiliki jiwa.
Namun, yang patut menjadi perhatian, jika ilustrator kurang memiliki pengalaman menulis cerita anak. Ada baiknya ilustrator belajar menulis cerita anak atau mengikuti workshop menulis cerita anak. Bisa juga memiliki konsultan yang punya kapabilitas dalam hal penulisan cerita anak. Seperti cerita Diga, eksekusinya kurang sedikiit lagi sehingga pesannya mengenai acceptance dapat dimengerti secara jelas.
Sedikit masukan untuk Diga versi bilingual: ketebalan kertasnya bisa ditambah. Menurut Pustaka Siwi, jenis kertas yang dipakai masih terlalu tipis. Penerbit Hompimpa bisa mempertimbangkan penggunaan kertas jenis dan spesifikasi tertentu yang sesuai untuk buku cerita anak-anak. Jadi, buku yang dihasilkan tidak sekadar estetik, tapi juga awet.
Jika ingin mencari bacaan anak dengan fitur komplet (bilingual, full colour, hardcover) plus harga terjangkau, Diga Si Naga yang Apa Adanya adalah pilihan. Pun jika ingin memperdengarkan dongeng pengantar tidur, audiobook Diga Si Naga yang Apa Adanya bisa dimanfaatkan.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar