Cover Depan (Koleksi Pribadi Pustaka Siwi)
Identitas Buku Judul: Maem Kepel
Penulis: Veronica W.
Editor: Yulia Loekito, Gin Teguh, Yuni Ananindra
Aksara Jawa: Rakhmi Dwi Rahayu Ilustrator: Wisnu Permana Penerbit: Linkarantarnusa
Cetakan, Tahun Terbit: Pertama, Juli 2023
ISBN: 978-623-7615-89-7
Maem Kepel bercerita tentang aku, Kanti, dan teman-teman yang berburu kepel di rumah Simbah sepulang sekolah. Mereka berburu kepel sambil bercanda. Aku dan Kanti makan buah kepel biar seperti putri keraton. Ketika tengah asyik menikmati kepel, Kanti buru-buru pulang. Pulangnya Kanti secara tiba-tiba membuat aku dan teman-teman bertanya-tanya. Aku berinisiatif mendatangi rumah Kanti. Namun, Kanti susah ditemui. Ada saja halangannya. Aku sedih tidak bisa menemui Kanti. Usaha menemui Kanti baru berhasil sepulang sekolah. Tanpa buang waktu, Aku menanyai Kanti kenapa seakan menghindar. Apakah Kanti marah gara-gara Aku mentertawakannya saat berburu kepel? Atau sebab lain?
Wacan Bocah yang akan diulas kali ini berjudul Maem Kepel. Maem Kepel mengusung konsep buku cerita 1) bergambar (berilustrasi), 2) bermuatan kekayaan Nusantara, 3) ada terjemahan. Basis cerita Maem Kepel tentang tanaman buah yang memiliki nama latin Stelechocarpus burahol
L. Kepel ditetapkan sebagai flora identitas Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Keputusan Gubernur Kepala DIY No. 385/KPTS/1992 tentang Penetapan Identitas
Flora dan Fauna Daerah Propinsi DIY .
Cerita Maem Kepel mengingatkan Pustaka Siwi pada cerita rakyat Kepel Iwel-Iwel. Keduanya sama-sama memiliki kaitan dengan buah bernama kepel. Cerita Aku, Kanti, dan teman-teman makan buah kepel menghasilkan produk pengetahuan berupa 1) karakteristik pohon kepel (halaman 2, 3), 2) ciri khas buah kepel (halaman 3) serta 3) manfaat buah kepel (halaman 4, 5).
Bagi pembaca yang punya pengalaman dengan pohon kepel, gambar ilustrasi buah kepel dan pohonnya bakal mudah dipahami. Sebaliknya, jika pembaca sama sekali belum pernah melihat, memegang apalagi makan yang namanya buah kepel, membayangkan manisnya kepel saja sulit.
Teksnya tidak dibatasi untuk penutur atau yang berbahasa ibu bahasa Jawa. Kalau mau baca teks ceritanya saja tanpa baca aksara Jawa-nya nggak masalah. Pembaca nggak paham bahasa dan aksara Jawa sama sekali pun masih bisa mengikuti jalan cerita lewat ilustrasinya (seperti baca buku wordless). Mau belajar bahasa dan aksara Jawa ayo aja; sarananya sudah lengkap tersedia. Mau tahu budaya Jawa bisa banget.
Penulisnya, Veronika W., seorang penulis cerita anak yang produktif. Jika pembaca mengikuti cerita anak karya Veronica W., gaya bercerita Veronica W. punya ciri khas: alurnya sederhana. Seperti alur Maem Kepel, biarpun sederhana, tapi Veronica Widyastuti tetap pakai teknik bercerita. Pustaka Siwi menemukan plot twist pada Maem Kepel. Plot twist-nya boleh juga dipakai untuk picture book anak.
Beralih ke bagian ilustrasinya, nih! Ilustrasinya garapan Wisnu Permana, seorang ilustrator buku anak. Pustaka Siwi menemukan bagian menarik dari ilustrasi cerita Kanti dan teman-temannya yakni ilustrasi manusia. Masing-masing ilustrasi manusia-nya tampak sudah berkarakter sehingga pembaca sudah bisa menerka, seperti apa karakter tokoh Aku, seperti apa karakter tokoh Kanti. Kolaborasi antara penulis Veronica W. dan Wisnu Permana menghasilkan buku bergambar yang sedekat mungkin dengan realitas dunia anak-anak. Halaman 16 contohnya, adalah ilustrasi tokoh Aku yang sedih karena merasa dicuekin Kanti. Tokoh Aku sedih, tapi dia sambil bawa minuman di dalam plastik, minumannya pakai es batu, lengkap dengan sedotan. Bagaimana bisa ilustratornya berpikir sejauh itu, membuat ilustrasi yang real, khas dengan keseharian anak-anak?
Ide cerita, alur, ilustrasi Maem Kepel digarap demikian apik. Namun, tiada gading yang tak retak. Ternyata, dalam proses eksekusinya, masih ada bagian cerita yang terasa kurang pas. Apakah bagian tersebut tidak terdeteksi radar editor? Mungkinkah ada unsur kesengajaan dari si penulis?
1. Tidak dijelaskan Simbah itu siapa. Dari awal hingga akhir cerita, tokoh Simbah terlihat samar. Hanya ada namanya, tapi tidak dengan fisik tokohnya.
2. Bagian profil penulis ada kata "mbugahke". Pustaka Siwi penasaran, nih, apakah kata "mbugahke" adalah kata "bungah" yang mendapat imbuhan? Kalau benar, bisa jadi kata "mbugahke" salah tik.
Ulasan Maem Kepel ditutup dengan sebuah pertanyaan: kenapa foto profil Veronica W. tampak menakutkan?
Q Aku nggak punya basic bahasa Jawa sama sekali.
A Jangan khawatir. Kamu tetap bisa mengikuti cerita Maem Kepel sambil membuka halaman teks dan halaman terjemahan secara bergantian.
Q Aku nggak bisa baca aksara Jawa. Gimana, dong? A Cerita Maem Kepel bisa dibaca terpisah, kok. Teks bahasa dan aksara Jawa-nya berdiri sendiri-sendiri. Kamu nggak tertarik, nih, belajar membaca aksara Jawa? Mau coba membaca aksara Jawa bersama Maem Kepel?
Q Buku Maem Kepel bisa dipakai untuk read aloud? A Pustaka Siwi menilai kalau Maem Kepel adalah buku multipurpose, salah satunya untuk aktivitas read aloud. Tertarik mencoba?
Q Kenapa buku Maem Kepel isinya macam-macam, ya? Ada cerita anak, ada aksara Jawa.
A Tampaknya Maem Kepel disiapkan untuk media belajar anak-anak. Jadi, pembaca cilik bisa memperoleh berbagai manfaat dari satu buku. Bagi pemelajar bahasa Jawa, halaman Aksara Jawa bisa menjadi sarana belajar membaca aksara Jawa. Begitu juga dengan teks Maem Kepel yang bisa dipakai untuk belajar bahasa Jawa, memperkaya kosakata bahasa Jawa serta mengetahui budaya dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Q Kalau aku baca Maem Kepel, mana yang dibaca duluan, ya? Aksara Jawanya atau teks bahasa Jawanya?
A Kamu mau yang mana dulu? Kalau lagi pengen tahu kisah Kanti dan kawan-kawannya, bisa baca teks bahasa Jawa lebih dulu. Kalau ingin belajar membaca aksara Jawa, baca aksara Jawanya.
Q Aku nggak tahu apa itu kepel, padahal ingin membacakan Maem Kepel untuk anakku. A Kreator Maem Kepel sudah menyedikan fun fact seputar kepel di halaman akhir buku (nggak ada nomor halamannya). Silakan bagian fun fact dibaca lebih dulu sebelum membacakan cerita Maem Kepel secara keseluruhan.
Cover Belakang Buku Foto: Koleksi Pribadi Pustaka Siwi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar